Tentang Sahabat



“Tapi Kakaaak, Aku gak mau. Aku ga mau jadi terlihat berbeda, Aku malu.”
“Tak mengapa, Na. Orang lain tak kan ada yang tau.”
“Gak mungkin. Ini terlihat jelas, orang lain pasti menyadarinya.” Aku berdebat dengan Kakak sekamar.

Di dalam kosan, mayoritasnya kakak senior. Aku jadi merasa seperti anak bungsu. Manja dan tak mau mengalah.

“Dengarkan Kakak. Dulu, sewaktu masih di asrama, kakak punya seorang teman yang sebelah tangannya tidak ada dari lahir. Ketika kita semua masih menjadi anak baru, Ia selalu menggunakan tangan palsunya. Hingga suatu waktu, di saat kita semua sudah seperti sebuah keluarga, teman Kakak ini sedang malas menggunakan tanganya. Jadi, Ia hanya menenteng tangan itu. Kakak dan teman lainnya sedang berada di dalam kamar. Ia tiba-tiba masuk dan berkata,
‘halo semua. Lihat deh, ada yang beda gak dari Aku?’
Kita semua heran dan bingung. ‘Apanya yang beda? Biasa aja, ah.’ Jawab Kita.
‘Iiih, lihat deh. Ini tangan Aku.’
Baru di sana Kita menyadari tentang ‘perbedaan’ Kami dengannya. Sebelumnya? Tidak ada satupun yang menyadari itu. Bahkan, setelah kejadian itupun tidak ada yang pernah ‘peduli’ tentang fisiknnya. Karena apa? Karena sahabat tidak pernah melihat kurangnya. Karena sahabat tidak ingin kita merasa dikucilkan. Karena yang terpenting dari sebuah persahabatan adalah kebahagiaan di saat bersama. Bukan memandangnya dengan sebelah mata, lalu meninggalkan. Pahami itu baik-baik, niscaya Kamu akan memandang mereka dari sisi mereka, bukan hanya dari sudut matamu. Mengerti?”


                Aku hanya bisa menangis. Menangis atas ketidaksiapan diriku menghadapi orang lain yang tak pernah kita ketahui isi hatinya. Betapa sombongnya Aku, hanya bisa menghakimi dari sudut pandang diri sendiri. Tanpa mau mendengarkan apa kata mereka, dan seperti apa seharusnya kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karena Kamu

Lebih Baik Dicintai atau Mencintai?

Semi kan Bertemu